Sabtu, 07 Januari 2012

melihat sekelumit kesuksesan dakwah rasulullah saw

Nabi Muhammad memberi contoh terbaik untuk umatnya dalam hal iman, ibadah, dan akhlak yang baik – singkatnya, dalam semua aspek kehidupan. Umatnya dulu menganggap punya anak perempuan sebagai sesuatu yang memalukan , dan karenanya menguburkannya hidup-hidup. Ketika Nabi datang dengan Risalah Ilahi, perempuan menikmati hak-haknya secara penuh. Suatu ketika seorang gadis menemui Rasulullah dan mengeluh: “Ya Rasulullah, ayahku memaksaku untuk menikah dengan putra pamanku. Aku tidak ingin menikah dengannya.” Rasulullah mengantarnya kepada ayahnya dan memperingatkan ayahnya agar tidak melakukan hal tersebut. Orang itu berjanji bahwa dia tidak akan melakukannya. Gadis itu kemudian berdiri dan berkata, “Ya Rasulullah, aku tidak ingin menentang ayahku. Aku ke sini hanya untuk mencari tahu apakah Islam mengizinkan seorang ayah untuk menikahkan putrinya dengan seseorang tanpa persetujuannya.”

Rasulullah memperingatkan para sahabatnya agar tidak meminta-meminta. Batapapun miskinnya mereka para sahabat tidak pernah mengemis kepada siapapun. Mereka sangat sensitif dalam persoalan ini sehingga mereka bahkan membatasi diri dalam meminta pertolonga. Jika, misalnya, salah seorang menjatuhkan cambuknya saat berkendara, dia akan turun dari tunggangannya dan mengambilnya sendiri ketimbang meminta bantuan orang lain untuk mengambil dan memberikan kepada dirinya.

Sebelum Islam, orang-orang menyembah berhala dan tidak menghormati orang tua mereka. Rasulullah berkata kepada mereka: Tuhanmu telah menetapkan agar engkau tidak menyembah selain Dia dan berbuat baik kepada orang tua (Q.S. 17:23). Keputusan Ilahiah ini mengubah mereka secara radikal sehingga mereka mulai bertanya kepada Rasulullah apakah mereka akan dihukum jika mereka tidak kembali ke orang tua mereka dengan seulas senyum. Qur’an memerintahkan mereka untuk tidak merampas harta anak yatim (Q.S. 17:34) dan melarang pencurian. Ini membuat mereka sangat sensitif terhadap orang lain sehingga sejarah tidak mencatat lebih dari satu atau dua pencuri pada masa kekuasaan Nabi.

Pembunuhan sangat meluas di masa pra Islam di Jazirah Arab. Akan tetapi, ketika Nabi datang dengan larangan: janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (Q.S. 17:33), kejahatan inipun lenyap. Rasulullah juga melarang zina. Ini mengakhiri segala jenis imoralitas seksual. Akan tetapi kita menjumpai satu peristiwa perzinahan pada periode itu. Kisahnya sebagai berikut:

Suatu hari seorang lelaki dengan wajah pucat dan kelelahan datang menemui Rasulullah dan berkata: “Ya Rasulullah, bersihkanlah aku!” Rasulullah memalingkan wajahnya dari dia, tetapi lelaki itu bersikeras, mengulangi permintaannya empat kali. Akhirnya, Rasulullah bertanya, “Dosa apa yang harus kubersihkan darimu?” Lelaki itu menjawab bahwa dia telah berzina. Dosa ini demikian memberatkan kesadarannya sehingga dia ingin dihukum. Rasulullah bertanya kepada yang hadir di situ: “Apakah dia gila?” Ketika dikatakan bahwa ia tidak gila, Rasul menyuruh mereka untuk melihat apakah dia mabuk. Mereka memeriksanya dan mendapati dia tenang. Dihadapan pengakuannya yang jelas, Rasulullah memerintahkan lelaki itu untuk dihukum. Dan setelah itu dia duduk dan menangis.

Beberapa hari kemudian, partner lelaki itu memohon kepada Rasulullah untuk membersihkan dirinya. Berkali-kali Rasul berpaling darinya dan menyuruhnya pulang. Dengan penyesalan yang mendalam, perempuan itu minta dihukum. Rasulullah menyuruhnya kembali lagi dan berkata, “Engkau mungkin hamil. Pergilah dan lahirkan anakmu. Wanita itu melakukannya dan [setelah melahirkan] kemudian kembali lagi dengan permintaan yang sama. Rasulullah memaafkannya, “Kembalilah, karena anakmu perlu diberi makan.” Setelah anaknya disapih, perempuan itu datang lagi. Ketika seseorang memarahinya saat hukum sedang dilaksanakan, Rasulullah cemberut kepada orang itu dan berkata: “Demi Allah, wanita ini menyesali dosanya sedemikian rupa sehingga jika penyesalannya dibagi di antara semua penduduk Madinah ia akan cukup untuk menutup mereka dengan ampunan.

Nabi Muhammad SAW membangun sistem yang sangat luar biasa dan membentuk komunitas yang mulia sehingga bahkan seorang Plato, Thomas Moore, Campanella, atau utopian lainnya, tak mampu membayangkannya. Di antara ribuan contoh lainnya, yang berikut ini mengilustrasikan fakta ini:

Abu Hurayra, salah satu dari sahabat paling miskin, datang menemui Rasulullah. Dia belum makan sesuatu selama beberapa hari. Abu Talha (seorang Anshor) mengajaknya ke rumah untuk memberinya makan. Tetapi tidak ada makanan di rumahnya kecuali beberapa sup yang dibuat istrinya untuk anak-anaknya. Istrinya bertanya kepada suaminya apa yang mesti dilakukan, dan mereka berdua memutuskan sebagai berikut: Mereka akan menidurkan anak mereka tanpa diberi makan. Karena sup itu terlalu sedikit untuk memuaskan mereka semua, maka hanya tamulah yang akan memakannya. Saat mereka duduk dan siap untuk makan istri Abu Talha akan memukul lilin, dan memadamkannya seolah-olah tak disengaja. Dalam kegelapan mereka akan berperilaku seolah-olah sedang makan, kendati sebenarnya yang makan hanyalah Abu Hurayra. Itulah yang mereka lakukan. Abu Hurayra makan sampai kenyang, dan kemudian pergi dan tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Pada hari berikutnya mereka pergi shalat subuh di masjid. Pada akhir shalat, Rasulullah berpaling kepada mereka dan bertanya: Apa yang kalian lakukan semalam sehingga turun ayat yang memuji kalian ini: dan mereka mengutamakan orang lain ketimbang diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukannya (Q.S. 59:9).

Semua kesuksesan dakwah yang diraih oleh Rasulullah adalah karena dia merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin dia ajarkan melalui tindakannya, dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah, bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk dalam shalat dan doa, bagaimana sujud dengan penuh perasaan, bagaimana tunduk, bagaimana menangis kepada Allah di tengah malam – semuanya ini dia lakukan dulu dan kemudian baru mengajarkannya kepada orang lain. Sebagai hasilnya, apa pun yang dia ajarkan diterima dengan segera di dalam keluarganya dan oleh para pengikutnya, karena ucapannya menembus ke hati mereka.

Dikutip dari buku M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam: Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW,penerjemah: Tri Wibowo Budi Santoso, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002.


0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...