Minggu, 23 Oktober 2011

AL-FARUQ START EVOLUTION (AF-SE)

AL-FARUQ START EVOLUTION (AF-SE)
AF-SE,, itulah nama penuh kenangan manis pahit . 17 juli 2007 awal mula member afse berjumpa. Pada hari itu dari ras berbeda, bahasa berbeda, pikiran berbeda, Salam kenal mulai terucap dari bibir ke bibir, penilaian mulai terbayang dalam angan, rasa PD, minder, takut, malu mulai merasuk dalam jiwa afse’s member. Dari situlah benih embrio afse terbentuk, tercipta sebagai afse MAPK first generation. Afse secara historis sebenernya sudah ada sejak embrio mulai terbentuk, tetapi afse diresmikan pada masa ke III dari bani afseiyyah. Afse mengalami 2 kali perubahan nama, untuk yang pertama yaitu “AL-FARUQ” yang dinisbatkan pada gelar salah satu shahabat nabi Muhammad yaitu ‘Umar bin Khottob RA. Pada masa itu tepatnya pada masa kekholifahan bani Aminiyyah atau biasa disebut “GOLD TIME” masa keemasan.
Sepanjang perjalanannya, afse beranggotakan 40 siswa-siswi, 21 kaum adam serta 19 kaum hawa. Dalam perjalanan existensinya, afse mengalami masa-masa penuh kenangan. Seiring berjalannya waktu dalam pencariaan jati diri, afse mengalami cobaan, 40 siswa yang terkikis pelan-pelan, tatkala satu dari anggota afse dipanggil untuk menghadap sang Khaliq, disaat itulah afse mulai tergunjang, rasa kehilangan yang mendalam. Waktu terus berlalu memaksa afse tuk terus melangkah kedepan meninggalkan kesedihan akan sebuah kehilangan.
Ya,,, itulah cobaan pertama afse, dalam petualangannya.

Minggu, 03 Juli 2011

Tahapan-Tahapan Tasawuf

Sebagai bahan untuk memahami mengenai tahapan-tahapan

Tasawuf, kami memuat tulisan tulisan Drs. Mahjuddin, dosen tetap pada
Fakultas Tarbiyah Jember, IAIN “Sunan Ampel” dalam bukunya “Kuliah
Akhlaq-Tasawuf” dan diterbitkan oleh Penerbit Kalam Mulia, Jakarta Pusat 10560

Tahapan-Tahapan Tasawuf

Ada empat macam tahapan yang harus dilalui oleh hamba yang menekuni ajaran
Tasawuf untuk mencapai suatu tujuan yang disebutnya sebagai “As-Sa’aadah”
menurut Al-Ghazaliy dan Al-Insaanul Kaamil” menurut Muhyddin bin ‘Arabiy.
Keempat tahapan itu terdiri dari Syari’at, Tarekat, Hakikat dan Marifat.
Dari tahapan-tahapan tersebut, dapat dikemukakan penjabarannya sebagai
berikut:

1.Syariat

Istilah syari’at, dirumuskan definisinya oleh As-Sayyid Abu Bakar
Al-Ma’ruf dengan mengatakan: “Syari’at adalah suruhan yang telah diperintahkan
oleh Allah, dan larangan yang telah dilarang oleh-Nya.”

Kemudian Asy-Syekh Muhammad Amin AL-Kurdiy
mengatakan:
“Syari’at adalah hukum-hukum yang telah diturunkan kepada Rasulullah SAW., yang
telah ditetapkan oleh Ulama (melalui) sumber nash Al-Qur’an dan Sunnah ataupun
dengan (cara) istirahat: yaitu hukum-hukum yang telah diternagkan dalam ilmu
Tauhid, Ilmu Fiqh dan Ilmu Tasawuf.”

Hukum-hukum yang dimaksud oleh Ulama Tauhid;
meliputi keimanan kepada Allah, malaikat-Nya, Kitab Suci-Nya, Rasul-Nya, Hari
Akhirat, Qadha dan Qadar-Nya; dalam bentuk ketaqwaan dengan dinyatakan dalam
perbuatan Ma’ruf yang mengandung hukum wajib, sunat dan mubah; dan
meninggalkan mungkarat yang mengandung hukum haram dan makruh.

Dan hukum-hukum yang dimaksudkan oleh Fuqaha, meliputi seluruh perbuatan
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan-nya; yang disebut “ibadah mahdhah” atau
taqarrub (ibadah murni atau ibadah khusus) serta hubungannya dengan sesama
manusia dan makhluk lainnya, yang disebut “ibadah ghairu mahdhah” atau “ammah”
(ibadah umum).

Kemudian hukum-hukum yang dimaksudkan oleh Ulama Tasawuf, yang meliputi
sikap dan perilaku manusia, yang berusaha membersihkan dirinya dari hadats dan
najis serta maksiat yang nyata dengan istilah “At-Takhali”. Lalu berusaha
melakukan kebaikan yang nyata untuk menanamkan pada dirinya kebiasaan-kebiasaan
terpuji, dengan istilah “At-Thalli”.

Bila syari’at diartikan secara sempit, sebagaimana dimaksudkan dalam
pembahasan ini, maka hanya meliputi perbuatan yang nyata, karena perbuatan yang
tidak nyata (perbuatan hati), menjadi lingkup pembahasan Tarekat. Oleh karena
itu, penulis hanya mengemukakan perbuatan-perbuatan lahir, misalnya perbuatan
manusia yang merupakan penomena keimanan, yang telah dibahas dalam Ilmu Tauhid.
Penomena keimanan itu, terwujud dalam bentuk perbuatan ma’ruf dan menjauhi yang
mungkar.

2. Tarekat

Istilah Tarekat berasal dari kata Ath-Thariq (jalan) menuju kepada Hakikat
atau dengan kata lain pengalaman Syari’at, yang disebut “Al-Jaraa” atau
“Al-Amal”, sehingga Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga
macam definisi, yang berturut-turut disebutkan:

1) Tarekat adalah pengamalan syari’at, melaksanakan beban ibadah (dengan
tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah), yang
sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.

2) Tarekat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan sesuai
dengan kesanggupannya; baik larangan dan perintah yang nyata, maupun yang
tidak (batin).

3) Tarekat adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan hal-hal
mubah (yang sifatnya mengandung) fadhilat, menunaikan hal-hal yang
diwajibkan dan yang disunatkan, sesuai dengan kesanggupan (pelaksanaan) di
bawah bimbingan seorang Arif (Syekh) dari (Shufi) yang mencita-citakan
suatu tujuan.

Menurut L. Massignon, yang pernah mengadakan penelitian terhadap kehidupan
Tasawuf di beberapa negara Islam, menarik suatu kesimpulan bahwa istilah
Tarekat mempunyai dua macam pengertian.

a) Tarekat yang diartikan sebagai pendidikan kerohanian yang sering
dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan Tasawuf, untuk mencapai
suatu tingkatan kerohanian yang disebut “Al-Maqamaat”
dan “Al-Ahwaal”.

b) Tarekat yang diartikan sebagai perkumpulan yang didirikan menurut ajaran
yang telah dibuat seorang Syekh yang menganut suatu aliran Tarekat tertentu.
Maka dalam perkumpulan itulah seorang Syekh mengajarkan Ilmu Tasawuf menurut
aliran Tarekat yang dianutnya, lalu diamalkan bersama dengan murid-muridnya.

Dari pengertian diatas, maka Tarekat itu dapat dilihat dari dua sisi; yaitu
amaliyah dan perkumpulan (organisasi). Sisi amaliyah merupakan latihan
kejiwaan (kerohanian); baik yang dilakukan oleh seorang, maupun secara
bersama-sama, dengan melalui aturan-aturan tertentu untuk mencapai suatu
tingkatan kerohanian yang disebut “Al-Maqaamaat” dan “Al-Akhwaal”, meskipun
kedua istilah ini ada segi prbedaannya. Latihan kerohanian itu, sering juga
disebut “Suluk”, maka pengertian Tarekat dan Suluk adalah sama, bila dilihat
dari sisi amalannya (prakteknya). Tetapi kalau dilihat dari sisi
organisasinya (perkumpulannya), tentu saja pengertian Tarekat dan Suluk
tidak sama.

Kembali kepada masalah Al-Maqaamaat dan Al-Akhwaal, yang dapat dibedakan
dari dua segi:

a). Tingkat kerohanian yang disebut maqam hanya dapat diperoleh dengan cara
pengamalan ajaran Tasawuf yang sungguh-sungguh. Sedangkan ahwaal, di
samping dapat diperoleh manusia yang mengamalkannya, dapat juga diperoleh
manusia hanya karena anugrah semata-mata dari Tuhan, meskipun ia tidak
pernah mengamalkan ajaran Tasawuf secara sungguh-sungguh.

b) Tingkatan kerohanian yang disebut maqam sifatnya langgeng atau bertahan
lama, sedangkan ahwaal sifatnya sementara; sering ada pada diri manusia,
dan sering pula hilang. Meskipun ada pendapat Ulama Tasawuf yang mengatakan
bahwa maqam dan ahwaal sama pengertiannya, namun penulis mengikuti pendapat
yang membedakannya beserta alasan-alasannya.

Tentang jumlah tingkatan maqam dan ahwaal, tidak disepakati oleh Ulama
Tasawuf. Abu Nashr As-Sarraaj mengatakan bahwa tingkatan maqam ada tujuh,
sedangkan tingkatan ahwaal ada sepuluh.

Adapun tingkatan maqam menurut Abu Nashr As-Sarraj, dapat disebutkan
sebagai berikut:

a). Tingkatan Taubat (At-Taubah);
b) Tingkatan pemeliharaan diri dari perbuatan yang haram dan yang makruh,
serta yang syubhat (Al-Wara’);
c). Tingkatan meninggalkan kesenangan dunia (As-Zuhdu).
d) Tingkatan memfakirkan diri (Al-Faqru).
e). Tingkatan Sabar (Ash-Shabru).
f). Tingkatan Tawakkal (At-Tawakkul).
g). Tingkatan kerelaaan (Ar-Ridhaa).

Mengenai tingkatan hal (al-ahwaal) menurut Abu Nash As Sarraj, dapat
dikemukakan sebagai berikut;

a). Tingkatan Pengawasan diri (Al-Muraaqabah)
b). Tingkatan kedekatan/kehampiran diri (Al-Qurbu)
c). Tingkatan cinta (Al-Mahabbah)
d). Tingkatan takut (Al-Khauf)
e). Tingkatan harapan (Ar-Rajaa)
f). Tingkatan kerinduan (Asy-Syauuq)
g). Tingkatan kejinakan atau senang mendekat kepada perintah Allah
(Al-Unsu).
h). Tingkatan ketengan jiwa (Al-Itmi’naan)
i). Tingkatan Perenungan (Al-Musyaahaah)
j). Tingkatan kepastian (Al-Yaqiin).

Hakikat :

Istilah hakikat berasal dari kata Al-Haqq, yang berarti kebenaran. Kalau
dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari suatu
kebenaran. Kemudian beberapa ahli merumuskan definisinya sebagai berikut:

a. Asy-Syekh Abu Bakar Al-Ma’ruf mengatkan :

“Hakikat adalah (suasana kejiwaan) seorang Saalik (Shufi) ketika ia mencapai
suatu tujuan …sehingga ia dapat menyaksikan (tanda-tanda) ketuhanan dengan
mata hatinya”.

b. Imam Al-Qasyairiy mengatakan:

“Hakikat adalah menyaksikan sesuatu yang telah ditentukan, ditakdirkan,
disembunyikan (dirahasiakan) dan yang telah dinyatakan (oleh Allah kepada
hamba-Nya”.

Hakikat yang didapatkan oleh Shufi setelah lama menempuh Tarekat dengan selalu
menekuni Suluk, menjadikan dirinya yakin terhadap apa yang dihadapinya. Karena
itu, Ulama Shufi sering mengalami tiga macam tingkatan keyakinan:

1) “Ainul Yaqiin; yaitu tingkatan keyakinan yang ditimbulkan oleh pengamatan
indera terhadap alam semesta, sehingga menimbulkan keyakinan tentang kebenaran
Allah sebagai penciptanya;

2) “Ilmul Yaqiin; yaitu tingkatan keyakinan yang ditimbulkan oleh analisis
pemikiran ketika melihat kebesaran Allah pada alam semesta ini.

3) “Haqqul Yaqqin; yaitu suatu keyakinan yang didominasi oleh hati nurani Shufi
tanpa melalui ciptaan-Nya, sehingga segala ucapan dan tingkah lakunya
mengandung nilai ibadah kepada Allah SWT. Maka kebenaran Allah langsung
disaksikan oleh hati, tanpa bisa diragukan oleh keputusan akal”.

Pengalaman batin yang sering dialami oleh Shufi, melukiskan bahwa betapa erat
kaitan antara hakikat dengan mari”fat, dimana hakikat itu merupakan tujuan awal
Tasawuf, sedangkan ma’rifat merupakan tujuan akhirnya.

Marifat :

Istilah Ma’rifat berasal dari kata “Al-Ma’rifah” yang berarti mengetahui atau
mengenal sesuatu. Dan apabila dihubungkan dengan pengamalan Tasawuf, maka
istilah ma’rifat di sini berarti mengenal Allah ketika Shufi mencapai maqam
dalam Tasawuf.

Kemudian istilah ini dirumuskan definisinya oleh beberapa Ulama Tasawuf; antara
lain:

a. Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf yang
mengatakan:

“Marifat adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib
adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya.”

b. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiriy mengemukakan pendapat Abuth
Thayyib As-Saamiriy yang mengatakan:

“Ma’rifat adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Shufi)…dalam keadaan hatinya
selalu berhubungan dengan Nur Ilahi…”

c. Imam Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin Muhammad bin
Abdillah yang mengatakan:

“Ma’rigfat membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat
ketenangan (dalam akal pikiran). Barangsiapa yang meningkat ma’rifatnya, maka
meningkat pula ketenangan (hatinya).”

Tidak semua orang yang menuntut ajaran Tasawuf dapat sampai kepada tingkatan
ma’rifat. Karena itu, Shufi yang sudah mendapatkan ma’rifat, memiliki
tanda-tanda tertentu, sebagaimana keterangan Dzuun Nuun Al-Mishriy yang
mengatakan; ada beberapa tanda yang dimiliki oleh Shufi bila sudah sampai
kepada tingkatan ma’rifat, antara lain:

a. Selalu memancar cahaya ma’rifat padanya dalam segala sikap dan perilakunya.
Karena itu, sikap wara’ selalu ada pada dirinya.

b. Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang bersifat
nyata, karena hal-hal yang nyata menurut ajaran Tasawuf, belum tentu benar.

c. Tidak menginginkan nikmat Allah yang banyak buat dirinya, karena hal itu
bisa membawanya kepada perbuatan yang haram.

Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang Shufi tidak membutuhkan
kehidupan yang mewah, kecuali tingkatan kehidupan yang hanya sekedar dapat
menunjang kegiatan ibadahnya kepada Allah SWT., sehingga Asy-Syekh Muhammad bin
Al-Fadhal mengatakan bahwa ma’rifat yang dimiliki Shufi, cukup dapat memberikan
kebahagiaan batin padanya, karena merasa selalu bersama-sama dengan Tuhan-nya.

Begitu rapatnya posisi hamba dengan Tuhan-nya ketika mencapai tingkat
ma’rifat, maka ada beberapa Ulama yang melukiskannya sebagai berikut:

a. Imam Rawiim mengatakan, Shufi yang sudah mencapai tingkatan ma’rifat,
bagaikan ia berada di muka cermin; bila ia memandangnya, pasti ia melihat Allah
di dalamnya. Ia tidak akan melihat lagi dirinya dalam cermin, karena ia sudah
larut (hulul) dalam Tuhan-nya. Maka tiada lain yang dilihatnya dalam cermin,
kecuali hanya Allah SWT saja.

b. Al-Junaid Al-Bahdaadiy mengatakan, Shufi yang sudah mencapai tingkatan
ma’rifat, bagaikan sifat air dalam gelas, yang selalu menyerupai warna
gelasnya. Maksudnya, Shufi yang sudah larut (hulul) dalam Tuhan-nya selalu
menyerupai sifat-sifat dan kehendak-Nya. Lalu dikatakannya lagi bahwa seorang
Shufi, selalu merasa menyesal dan tertimpa musibah bila suatu ketika ingatannya
kepada Allah terputus meskipun hanya sekejap mata saja.

c. Sahal bin Abdillah mengatakan, sebenarnya puncak ma’rifat itu adalah keadaan
yang diliputi rasa kekagumam dan keheranan ketika Shufi bertatapan dengan
Tuhan-nya, sehingga keadaan itu membawa kepada kelupaan dirinya.

Keempat tahapan yang harus dilalui oleh Shufi ketika menekuni ajaran
Tasawuf, harus dilaluinya secara berurutan; mulai dari Syariat, Tarekat,
Hakikat dan Ma’rifat. Tidak mungkin dapat ditempuh secara terbalik dan tidk
pula secara terputus-putus.

Dengan cara menempuh tahapan Tasawuf yang berurutan ini, seorang hamba
tidak akan mengalami kegagalan dan tiak pula mengalami kesesatan
.

Kamis, 16 Juni 2011

Cara Mengubah Warna Blog pada Blogger

Hal ini cukup berguna untuk membantu menyamankan mata yang melihatnya, warna apa saja yang bisa kita ubah ? bagaimana caranya ?

Cara Mengubah Warna Blog

Untuk mengubah warna di Blogspot caranya sangat mudah, kita tidak perlu menjadi seorang yang jenius untuk bisa mengubah warna ini. Berikut ini caranya: Jika kamu berada pada layar Dashboard klik pada link Layout, lalu akan tampil layar Template, pilih tab Fonts and Colors dengan cara mengklik pada link Fonts and Colors.


Dari layar inilah kita bisa mengutak-atik warna blog, ubahlah sesuai dengan selera. Jika kamu masih bingung cara mengubah warna tersebut, berikut penjelasan cara mengubah warnanya. Panel ini (gambar dibawah) untuk memilih element blog yang akan diubah warnanya.


  • Page Background Color – warna latar belakang blog.
  • Text Color – warna text dari artikel di blog.
  • Link Color - warna text yang berupa link.
  • Page Header Background – warna latar belakang judul blog.
  • Page Header Text Color – warna text dari judul blog.
  • Page Hearder Corners Color – warna sudut bagian judul blog.
  • Main Background Color – warna utama blog (bagian utama).
  • Border Color - warna garis pembatas.
  • Data Header Color – warna bagian header (biasanya tanggal arsip).
  • SideBar Title Background Color – warna judul pada sidebar.
  • SideBar Title Text Color – warne judul text pada sidebar.
  • Text Font – jenis huruf (bagian artikel).
  • Page Header Font - jenis huruf bagian judul.

Cara untuk mengubah warnanya adalah dengan memilih element pada panel paling kiri, lalu pilih warna yang akan digunakan (panel disebelahnya), begitu juga dengan jenis huruf. Untuk melihat hasil perubahannya bisa dilihat langsung di bagian bawah.

Mudah sekali bukan (bukan), jangan lupa untuk mengklik tombol SAVE CHANGES untuk menyimpan hasil perubahan, atau tombol CLEAR EDITS jika ingin mengembalikan kewarna semula.

makiyah dan madaniyah ayatul qur`an


Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al Quran dan memuliakan siapa saja yang mengamalkannya, memberikan pahala bagi siapa yang membacanya, mentadaburinya, dan mempelajarinya, dan Allah telah menjadikan amal-amal tersebut sebagai amalan yang sangat besar nilai pahala di sisiNya.

Bukan maksud kami dalam bab ini untuk merinci dan menjelaskan masing-masing surat maupun ayat dalam Al Quran apakah surat/ayat ini makiyyah atau madaniyyah, karena merinci dan menjelaskan makiyyah atau madaniyyah beserta pendalilannya pada masing-masing surat/ayat membutuhkan ilmu dan usaha yang besar. Namun alhamdulillah telah ada ulama-ulama yang menyusun kitab di bidang ini, seperti Al ‘Izz Ad Dariny rahimahullah dan beberapa ulama yang lain.

Akan tetapi yang ingin kami sampaikan dalam bahasan ini hanyalah menyampaikan penjelasan secara istilah terhadap makna al Makky maupun al Madiny beserta beberapa ikhtilaf para ulama ‘Ulumul Quran seputar hal tersebut.

Terdapat 3 perbedaan diantara ulama tentang definisi dan perbedaan antara ayat/surat makiyyah dan madaniyyah,

Pertama, disebut Al Makky karena ayat/surat tersebut diturunkan di Makkah, sedangkan dikatakan Al Madiny adalah yang diturunkan di Madinah[1]. Termasuk ayat Makiyyah adalah ayat-ayat yang diturunkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di daerah yang sepi di Makah seperti di Mina, Arafah, dan Hudaibiyyah. Begitu juga termasuk ayat madaniyyah adalah ayat-ayat yang diturunkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di daerah yang sepi di Madinah seperti di Badar dan Uhud. Sebagaimana dijelaskan, bahwa intinya definisi ini dipandang berdasarkan tempat turunnya wahyu (tidak berdasarkan zaman, jadi meskipun diturunkan sesudah Hijrah, bisa jadi ayat yang diturunkan tetap makiyyah seperti beberapa ayat yang turun di Makkah setelah Fathul Makkah). Dikatakan[2] bahwa definisi ini tidak tepat dan tidak dapat mewakili arti yang benar dari Al Makky dan Al Madiny, karena definisi ini tidak dapat mencakup ayat-ayat yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di negeri-negeri selain Makkah dan Madinah, seperti beberapa firman Allah ‘azza wa jalla :

لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَاتَّبَعُوكَ وَلَكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

Sekiranya yang kamu serukan kepada mereka ada keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, niscaya mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersamamu.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri, dan Allah Mengetahui bahwa mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. (QS. At Taubah : 42)

Ayat diatas diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Tabuk. Sedangkan contoh yang lain adalah firman Allah ‘azza wa jalla :

فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. (QS. Zukhruf : 43)

Ayat di atas diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Baitul Maqdis saat malam Isra.

Maka tidak diragukan lagi bahwa definisi pertama ini memiliki sisi kekurangan yaitu tidak masuknya negeri-negeri selain Makkah dan Madinah, padahal beberapa ayat Al Quran diturunkan di beberapa negeri selain Makkah dan Madinah seperti tempat turunnya 2 ayat diatas.

Kedua, disebut Al Maky karena ayat tersebut berisi seruan pada orang-orang kafir penduduk Makkah, sedangkan dikatakan Al Madiny karena ayat tersebut berisi seruan pada penduduk Madinah yang sebagian besar telah beriman dengan apa yang telah diturunkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam [3]. Ayat-ayat yang dimulai dengan يا أيها الذين آمنوا (wahai orang-orang yang beriman) adalah termasuk ayat Madaniyyah karena pada umumnya digunakan untuk menyeru penduduk Madinah yang mayoritas telah beriman, ayat-ayat yang dimulai dengan يا أيها الناس (wahai manusia) adalah termasuk ayat Makiyyah karena pada umumnya digunakan untuk menyeru penduduk Makkah yang mayoritas masih berdiri diatas agama kemusyrikan[4], ayat-ayat yang dimulai dengan يا بني آدم (wahai bani Adam) juga termasuk ayat Makiyyah. Namun definisi inipun dianggap kurang tepat, Muhammad Abdul ‘Azhim Az Zarqony menjelaskan bahwa selain ketiga khitob (seruan) diatas, ternyata banyak dijumpai khitob yang lain semisal firman Allah ‘azza wa jalla pada awal surat Al Ahzab,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al Ahzab: 1)

Dan juga firman Allah ‘azza wa jalla dalam surat Al Munafiqun,

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS. Al Munafiqun : 1)

Kedua dalil ini menunjukkan bahwa definisi Al Maky dan Al Madany yang kedua juga kurang tepat. Apalagi ditambah fakta bahwa sebagian ayat yang dimulai dengan yaa ayyuhan naas ternyata merupakan ayat al madaniyyah, seperti firman Allah ‘azza wa jalla, dalam Surat An-Nisa’ :1,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(QS An Nisa’ : 1)

Begitu juga beberapa ayat yaa ayyuhan naas dalam surat Al Baqarah, seperti pada surat Al Baqarah : 21,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (QS. Al Baqarah : 21)

Padahal surat Al Baqarah merupakan surat al madaniyyah tanpa khilaf ulama dalam hal ini[5], kecuali beberapa ayat saja yang al makkiyyah seperti ayat

وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Dan takutlah dirimu pada hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).(QS Al Baqarah: 281)

Dan beberapa ayat tentang riba dalam Al Baqarah yang menurut Ibnu Katsir rahimahullah termasuk al makkiyyah.

Contoh ketidaksesuaian yang kedua adalah adanya ayat يا أيها الذين آمنوا (yaa ayyuhalladziina aamanuu) dalam akhir surat Al Hajj, padahal secara keseluruhan surat Al Hajj merupakan surat al makkiyyah. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.(QS Al Hajj : 77)

Maka kesimpulannya seperti yang dikatakan oleh para ulama[6] ‘Uluumul Quran dalam hal ini, bahwa jika definisi yang kedua ini dimutlakkan untuk mengartikan al makky dan al madiniy, maka salah. Namun jika diambil definisi dalam keumuman surat dan ayat dalam Al Quran, maka definisi ini benar.

Ketiga, disebut Al Makky karena surat/ayat tersebut turun sebelum hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah, dan disebut Al Madiny karena surat/ayat tersebut turun setelah hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah, maskipun surat/ayat tersebut diturunkan di Makkah. Salah satu konsekuensi dari definisi ini adalah ayat yang diturunkan di Makkah sesudah hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetap dikatakan ayat al madaniyyah, misalnya firman Allah ‘azza wa jalla

….الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا….

pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai agama bagimu… (QS. Al Maidah : 3)

Ayat ini adalah al madaniyyah meskipun diturunkan di ‘Arafah (Makkah) sebagaimana dijelaskan oleh Umar ibn Khatthab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata “Demi Allah, aku sungguh mengetahui kapan dan hari apa ayat ini diturunkan, yaitu diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada yaumil ‘Arafah, hari Jumat” (Muttafaqun ‘alaih)

washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala aalihi, wa shahbihi, wa man ittaba’ahum bi ihsaanin ilaa yaumil qiyaamah, walhamdulillahi rabbil ‘alamin.

Senin, 13 Juni 2011

cara membuat situs feedjit


Feedjit merupakan situs yang menyediakan layanan real time traffic widget bagi pengguna blog. Dengan memasang widget ini anda dapat mengetahui dari mana asal pengunjung, bagaimana mereka mengunjungi blog anda (melalui search engine, blog direktori, facebook, atau lainnya) dan kapan mereka datang serta meninggalkan blog anda. Semua data tersebut tercantum secara lengkap dalam widget feedjit sehingga anda dapat mengetahui aktivitas pengunjung dalam blog anda.


Nah bagi anda yang tertarik untuk mencoba layanan ini silahkan ikuti langkah-langkah berikut untuk memasang widget Feedjit di blog anda:

1. Buka situs http://feedjit.com

2. Pada halaman utama, masukkan nama dan alamat email anda pada kotak yang disediakan kemudian tekan tombol Get Free Live Traffic Feed.

3. Setelah itu anda akan dibawa kehalaman seperti berikut

Select a color scheme: Pilih pola warna yang anda inginkan
Customize your color scheme: Atur sendiri kombinasi warna yang anda inginkan
Select widget width: Pilih lebar widget yang anda inginkan
Feedjit advanced options: Opsi tambahan dari Feedjit. Opsi ini hanya berlaku bagi pengguna berbayar. Namun anda bisa mencobanya secara gratis dengan mengklik Sign-up for a free to get access
Install Feedjit on my: Pilih Other blog or website

4. Jika sudah, klik tombol Go!

5. Copy semua kode dalam kotak lalu buka blogger.

6. Klik menu Design (rancangan). Page elements (halaman)

7. Klik Add a Gadget-> HTML / Javascript

8. Paste kodenya kedalam kotak dan klik Save. Selesai

Selamat mencoba...!!

Minggu, 12 Juni 2011

Cara Memperlebar Halaman Blog

Mungkin sekarang waktunya untuk mengoprek Template kita sob agar tampilan blog kita sesuai dengan kemauan kita. Disini saya akan menjelaskan tentang Memperlebar Halaman Blog agar lebih dinamis dan nyaman untuk baca-baca, sebelum mengoprek Template kita saya akan menjelaskan sedikit tentang elemen yang perlu di lebarkan.

Sebelum saya menjelaskan dari masing-masing elemen-elemennya saya mau minta maaf kepada master-master blogger klo saya sok tahu atau sok pintar, saya hanya ingin membagikan ilmu kepada sobat setia blog saya.Okey simak masing-masing penjelasannya y sobat :
  1. Body ==>> elemen/area yang ada di paling belekang yang mencakup keseluruhan sebuah template
  2. #outer-wrapper ==>> elemen ini letaknya di depan body yang berisi elemen-elemen seperti #header, #main, #sidebar-wrapper, dan #footer-Wrapper
  3. #header ==>> karena namanya header ya berarti kepala artinya tempat atau areanya ada di atas Template yang berisi Judul blog dan Deskripsi Blog
  4. #main ==>> elemen yang satu ini isinya tentang artikel yang kita tulis atau post dan kotak komentar
  5. #sidebar-wrapper ==>> klo elemen yang satu ini isinya ya widget-widget yang biasa sob pakai seperti buku tamu trus statistik dll.
  6. #footer-wrapper ==>> elemen ini letaknya ada di paling bawah Template yang berguna untuk meletakkan Widget atau pun yang lain

Nah kalau sobat kurang mengerti tentang penjelasan di atas, nih saya kasih contoh gambarnya :


Nah sekarang sudah jelaskan Bagian-bagian dari Template. kalau memang ada yang kurang, maaf y sobat semua karena elemen-elemen tersebut saya ambil dari Template saya sendiri.

Oke Penjelasan sudah, Contoh gambar sudah sekarang apa lagi y?? oiya Cara Memperlebar Halaman Blog, ikuti y langkah-langkah di bawah ini :
  1. Login ke blogger dengan id sobat
  2. Masuk ke Tata Letak ==>> Edit HTML
  3. Sebelum mengoprek Backup dulu y Template sobat dengan cara Download Template Lengkap
  4. Setelah selesai membackup Template sobat cari kode yang akan di lebarkan, saya kasih contoh : #Outer-Wrapper, apabila sobat menggunakan Mozilla tekan Shift+F3 agar lebih mudah dalam pencarian
  5. Nah setelah ketemu akan ada tampilan kurang lebih seperti di bawah ini



    #outer-wrapper {
    background:#000;
    width:973px;
    margin:0 auto;
    padding:0;
    text-align:left;
    border:2px solid #1A1A1A;
    }


  6. Nah sobat perhatikan tulisan yang bercetak tebal dan miring, tulisan tersebut yang mempengaruhi lebar dari #outer-Wrapper. Apabila sobat ingin di perlebar tinggal ganti saja angka yang bercetak Tebal dan miring menjadi angka yang lebih tinggi dari semula.
  7. Nah kalau kira-kira sudah cukup jangan dimpan dulu takut tidak sesuai keinginan maka sobat harus melihat Preview-nya dengan mengklik Pratinjau
  8. Nah kalau sobat sudah lihat dan sesuai kenginan baru dech sobat Simpan
  9. Kalau untuk elemen yang lain ingin sobat perlebar sobat bisa coba sendiri ya, caranya sama seperti itu qo tanpa ada perbedaan.
  10. Nah sekarang selesai dech.

Apabila Sobat mengalami kesulitan dalam Memperlebar Halaman Blog sobat bisa tanyakan kepada saya, Ingat malu bertanya tersesat di jalan loh, Mungkin hanya sekian dari Trik kali ini. Tunggu ya Trik-trik

Jumat, 03 Juni 2011

pentingnya sunnah rasulullah


Pentingnya Sunnah Rasulullah SAW

Dari Anas bin Malik ra. katanya, Rasulullah SAW telah berkata kepadaku: 'Hai anakku! Jika engkau mampu tidak menyimpan dendam kepada orang lain sejak dari pagi sampai ke petangmu, hendaklah engkau kekalkan kelakuan itu! Kemudian beliau menyambung pula: Hai anakku! Itulah perjalananku (sunnahku), dan barangsiapa yang menyukai sunnahku, maka dia telah menyukaiku, dan barangsiapa yang menyukaiku, dia akan berada denganku di dalam syurga! ' (Riwayat Tarmidzi)

Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Nabi SAW yang berkata: "Barangsiapa yang berpegang dengan sunnahku, ketika merata kerusakan pada ummatku, maka baginya pahala seratus orang yang mati syahid". (Riwayat Baihaqi) Dalam riwayat Thabarani dari Abu Hurairah ra. ada sedikit perbedaan, yaitu katanya: Baginya pahala orang yang mati syahid. (At-Targhib Wat-Tarhib 1: 44)

Thabarani dan Abu Nu'aim telah mengeluarkan sebuah Hadis marfuk yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. bahwa Nabi SAW telah bersabda: Orang yang berpegang kepada sunnahku dalam zaman kerusakan ummatku akan mendapat pahala orang yang mati syahid. Hakim pula meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. juga bahwa Nabi SAW telah berkata: Orang yang berpegang kepada sunnahku dalam masa perselisihan diantara ummatku adalah seperti orang yang menggenggam bara api. (Kanzul Ummal 1: 47)

Dan Muslim pula meriwayatkan dari Anas ra. dari Rasulullah SAW katanya: Orang yang tidak suka kepada sunnahku, bukanlah dia dari golonganku! Demikian pula yang dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari Ibnu Umar ra. cuma ada tambahan di permulaannya berbunyi: Barangsiapa yang berpegang kepada sunnahku, maka dia dari golonganku.

Kemudian Daraquthni pula mengeluarkan sebuah Hadis dari Siti Aisyah r.a. dari Nabi SAW katanya: Sesiapa yang berpegang kepada sunnahku akan memasuki syurga!

Dan dikeluarkan oleh As-Sajzi dari Anas ra. dari Nabi SAW katanya: Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka dia telah mengasihiku, dan siapa yang mengasihiku dia akan memasuki syurga bersama-sama aku!

Rabu, 01 Juni 2011

sifat-sifat Nabi Muhammad SAW


Fizikal Nabi Telah dikeluarkan oleh Ya'kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata: Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya. Kebiasaan Nabi Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya. Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya. Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin. Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu. Rumah Nabi Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain. Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: "Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat", tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja. Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya. Luaran Nabi Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan. Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun. Majlis Nabi Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali. Baginda tidak pemah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan. Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala. Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!". Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu. Diamnya Nabi Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat. (Nukilan Thabarani - Majma'uz-Zawa'id 8:275)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...