Kamis, 12 Januari 2012

imam assyatibi

Imam Asy-Syatibi memiliki nama yang cukup panjang: Abul Qasim bin Firruh bin Khalaf bin Ahmad Asy-Syatibi. Firruh adalah nama sebuah desa di Andalusia yang berarti "besi". Di dunia ilmu Qira'at beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Asy-Syatibi. Meski lahir dalam keadaan buta, tapi beliau dikenal sebagai seorang ulama besar dalam bidang ilmu Qira'at pada zamannya. Ia dilahirkan di penghujung tahun 538 H di kota Syatibah, sebuah kota di Andalusia.


Pada mulanya beliau belajar ilmu Qira'at di negeri sendiri pada seorang ulama bernama Abu Abdillah Muhammad bin Abul 'As An-Nafari. Selanjutnya beliau pergi ke kota Balansia, sebuah kota dekat kota kelahirannya. Di kota ini, Asy-Syatibi berguru kepada Imam Ibnu Huzail. Kepada imam ini beliau belajar kitab At-Taisir, karangan Imam Ad-Dani tentang Qira'at Sab'a yang dihafalkan sebelumnya. Di samping membaca kitab qira'at kepada Imam Huzail, Asy-Syaitibi juga belajar ilmu hadits dan mendapatkan hak meriwayatkan hadits.


Berganti guru, bagi Asy-Syatibi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupannya dalam upaya mengejar ketinggian ilmu Allah. Tidak mengherankan, kalau sederet nama ulama besar menjadi guru Syatibi. Diantaranya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Abi Yusuf bin Sa'adah, Syaikh Abu Muhammad 'Asyir bin Muhammad bin 'Asyir, murid Imam Abu Muhammad al-Batalyusi, Abu Muhammad Abdullah bin Abu Ja'far al-Mursi, Abul Abbas bin Tarazmil, Abu Hasan Alimin Hani Umari, Abu Abdillah Muhammad bin Humaid (kepada Imam ini Asy-Syatibi mengkaji kitab Sibawaih dan al-Kamil karangan al-Mubarad dan kitab Adabul Katib karangan Ibnu Qutaibah), Abu Abdillah bin Abdurrahim, Abul Hasan bin An-Ni'mah pengarang kitab Rayyuz Zam'an fi Tafsiril Quran dan Abul Qasim bin Hubaisyi, Asy-Syatibi meriwayatkan tafsirnya dari Abul Qasim ini).


Imam Asy-Syatibi kemudian berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Dalam perjalanannya, beliau sempatkan berhenti di kota Iskandaria (Alexandria) dan berguru pada imam Abu Tahir As-Salafi dan lain-lain.


Sesampainya di Mesir, Imam Asy-Syatibi disambut hangat oleh Al Qadi Al Fadil sebagai penghargaan terhadap kredibilitas keilmuannya. Imam Asy-Syatibi oleh Al Qadi ditempatkan disebuah madrasah yang telah dibangunnya di kawasan Mulukhia di kota Kairo. Di madrasah ini ini beliau diangkat menjadi guru besar dalam bidang Ilmu Qira'at. Tidak lama, dengan hadirnya Imam Asy-Syatibi, madrasah ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Murid berdatangan dari segala penjuru kota.


Di madrasah inilah Imam Asy-Syatibi merampungkan karyanya yang bertajuk Hirzul Amani wa Wajhut Tahani, masih dalam cabang ilmu yang sama, Qira'at. Inilah karya Asy-Syatibi yang paling monumental hingga sekarang. Yang lazim dikenal dengan nama Nazam Asy-Syatibiyah. Di sini pula Imam Asy-Syatibi merampungkan karya-karya lainnya, antara lain 'Aqilatu Atrabil Qasaid fi Asnal Maqasid (berbentuk syair mengenai ilmu Rasm Usmani=penulisan al Qur'an), Nazimatuz Zahr (karya berbentuk syair dalam Ilmu Addil Ayi= hitungan ayat dalam al Qur'an), karya bersyair terdiri 500 bait, ringkasan kitab At-Tamhid (Syarah al-Muwata') karangan Imam Ibnu Abdil Barr.


Pada saat panglima Shalahuddin al Ayubbi menaklukan Baitul Maqdis, Palestina, Imam Asy-Syatibi sempat berkunjung ke sana pada tahun 589 H. Setelah itu kembali lagi ke Mesir dan menetap di madrasah al-Fadiliyah, sebuah madrasah yang dibinanya dengan mengajar Ilmu Qira'at di situ hingga wafatnya, Ahad, selepas asar, 28 Jumadil Akhir 590 H.


Imam As-Syatibi, dikenal sebagai orang yang cerdas. Dia menguasai banyak cabang ilmu. Di samping ahli dalam Ilmu Qira'at-cabang ilmu yang paling ditekuninya selama ini- beliau juga ahli dalam bidang bahasa arab, nahwu dan sastranya serta hafal banyak hadits dari Nabi. Meskipun - menurut suatu riwayat- beliau terlahir dalam keadaan buta, tetapi dalam sejarah perjalanan hidupnya, Imam Syatibi selalu tampil melebihi kebanyakan orang pada umumnya.


Kehidupannya sangat sederhana. Seorang imam yang hampir seluruh hidupnya diabadikan untuk ilmu-terutama ilmu Qira'at- ini, menganut pola hidup kaum sufi. Zuhud dan beribadah kepada Allah lebih mewarnai seni kehidupannya. Selalu dalam keadaan suci sepanjang waktu. Kalau berhadas, segera mengambil air wudhu'. Beliau juga dikenal pendiam. Hanya berbicara dalam soal-soal penting, terutama di bidang ilmu. Tidak mengherankan, kalau Imam Syatibi oleh santri dan kaumnya dianggap sebagai salah seorang wali Allah.


Seperti halnya para wali, Imam Asy-Syatibi juga memiliki banyak karamah. Diantara kekaramahan Imam Asy-Syatibi adalah mengetahui hal-hal yang kasat mata. Salah satu, misalnya, dini hari selepas sholat subuh, seperti biasa , Imam Asy-Syatibi mengajar Al-Qur'an di Madrasah Fadiliyah. Para murid berebut untuk mendapatkan tempat paling depan. Salah seorang murid yang kebetulan mendapatkan tempat paling depan disuruh mundur. Mungkin lagi apes, dia tidak disuruh membaca. Malah murid lain yang datang belakangan disuruh membca terlebih dulu.


"apa gerangan dosaku", pikirnya sambil beringsut mundur. Dia sadar semalam ihtilam (mimpi keluar mani). Setelah selesai mandi di kolam samping madrasah, dia langsung kembali lagi ke majelis pengajian. Keadaan masih tetap, tidak ada yang berubah. Sang murid-masih dalam bacaannya, sang Imam tetap duduk seperti semula. Begitu dia duduk, Sang Imam langsung menyuruhnya untuk membaca al-Qur'an.


Dengan ketajaman firasat dan kecerdasannya inilah, Imam Asy-Syatibi tidak pernah menampakkan gerakan-gerakan yang biasa diperlihatkan oleh kebanyakan orang buta. Sebagai orang yang berilmu, Imam Syatibi berjalan penuh kekhusyu'an dan kerendahan hati. Itulah sebabnya, para murid dan karib sahabatnya melihat Imam Syatibi penuh kekaguman. Dengan jujur mereka menghargainya sebagai ulama besar pada zamannya. Abu Syamah Ad-Dimasyqi, salah seorang ulama segenerasi menghadiahkan 2 buah syair untuk Imam Syatibi, sebagai berikut:


"Aku bertemu dengan banyak orang yang mulia, mereka berbahagia dapat bertemu Syekh orang Mesir Asy-Syatibi. Semuanya memuji dan menyanjungnya, sebagaimana para sahabat menyanjung nabi"


Hirzul Amani wa Wajhut Tahani, karya bersyair 1172 bait atau lebih dikenal dengan nama Nazam Asy-Syatibiyah, merupakan karya terbesar Asy-Syatibi dalam bidang ilmu Qira'at. Di negara-negara islam, kitab ini sudah sangat dikenal. Kitab ini mendapat sambutan luas yang belum pernah diberikan pada kitab-kitab lain dalam cabang ilmu yang sama, Qira'at.



*Disadur dari buku : Kaidah Qiraat Tujuh

Penyusun:H. Anwar Fathoni LQ, hal. 16-19


0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...