![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0SwfaikOpnyAwWnKWeaRBPRkzkCnIhLJ-sNKXxF872cRAVsimnrx6euynt1tVnIGYPs4qhVu4NghtfNhzHqJYxBSKe7rgTBTBJsPC6r49olX9l-DdvIEOk-uPsevYJ1Z0I2U7ooeDaZ6j/s320/qiuran.jpg)
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al Quran dan memuliakan siapa saja yang mengamalkannya, memberikan pahala bagi siapa yang membacanya, mentadaburinya, dan mempelajarinya, dan Allah telah menjadikan amal-amal tersebut sebagai amalan yang sangat besar nilai pahala di sisiNya.
Bukan maksud kami dalam bab ini untuk merinci dan menjelaskan masing-masing surat maupun ayat dalam Al Quran apakah surat/ayat ini makiyyah atau madaniyyah, karena merinci dan menjelaskan makiyyah atau madaniyyah beserta pendalilannya pada masing-masing surat/ayat membutuhkan ilmu dan usaha yang besar. Namun alhamdulillah telah ada ulama-ulama yang menyusun kitab di bidang ini, seperti Al ‘Izz Ad Dariny rahimahullah dan beberapa ulama yang lain.
Akan tetapi yang ingin kami sampaikan dalam bahasan ini hanyalah menyampaikan penjelasan secara istilah terhadap makna al Makky maupun al Madiny beserta beberapa ikhtilaf para ulama ‘Ulumul Quran seputar hal tersebut.
Terdapat 3 perbedaan diantara ulama tentang definisi dan perbedaan antara ayat/surat makiyyah dan madaniyyah,
Pertama, disebut Al Makky karena ayat/surat tersebut diturunkan di Makkah, sedangkan dikatakan Al Madiny adalah yang diturunkan di Madinah. Termasuk ayat Makiyyah adalah ayat-ayat yang diturunkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di daerah yang sepi di Makah seperti di Mina, Arafah, dan Hudaibiyyah. Begitu juga termasuk ayat madaniyyah adalah ayat-ayat yang diturunkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di daerah yang sepi di Madinah seperti di Badar dan Uhud. Sebagaimana dijelaskan, bahwa intinya definisi ini dipandang berdasarkan tempat turunnya wahyu (tidak berdasarkan zaman, jadi meskipun diturunkan sesudah Hijrah, bisa jadi ayat yang diturunkan tetap makiyyah seperti beberapa ayat yang turun di Makkah setelah Fathul Makkah). Dikatakan bahwa definisi ini tidak tepat dan tidak dapat mewakili arti yang benar dari Al Makky dan Al Madiny, karena definisi ini tidak dapat mencakup ayat-ayat yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di negeri-negeri selain Makkah dan Madinah, seperti beberapa firman Allah ‘azza wa jalla :
لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَاتَّبَعُوكَ وَلَكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
Sekiranya yang kamu serukan kepada mereka ada keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, niscaya mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersamamu.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri, dan Allah Mengetahui bahwa mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. (QS. At Taubah : 42)
Ayat diatas diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Tabuk. Sedangkan contoh yang lain adalah firman Allah ‘azza wa jalla :
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. (QS. Zukhruf : 43)
Ayat di atas diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Baitul Maqdis saat malam Isra.
Maka tidak diragukan lagi bahwa definisi pertama ini memiliki sisi kekurangan yaitu tidak masuknya negeri-negeri selain Makkah dan Madinah, padahal beberapa ayat Al Quran diturunkan di beberapa negeri selain Makkah dan Madinah seperti tempat turunnya 2 ayat diatas.
Kedua, disebut Al Maky karena ayat tersebut berisi seruan pada orang-orang kafir penduduk Makkah, sedangkan dikatakan Al Madiny karena ayat tersebut berisi seruan pada penduduk Madinah yang sebagian besar telah beriman dengan apa yang telah diturunkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ayat-ayat yang dimulai dengan يا أيها الذين آمنوا (wahai orang-orang yang beriman) adalah termasuk ayat Madaniyyah karena pada umumnya digunakan untuk menyeru penduduk Madinah yang mayoritas telah beriman, ayat-ayat yang dimulai dengan يا أيها الناس (wahai manusia) adalah termasuk ayat Makiyyah karena pada umumnya digunakan untuk menyeru penduduk Makkah yang mayoritas masih berdiri diatas agama kemusyrikan, ayat-ayat yang dimulai dengan يا بني آدم (wahai bani Adam) juga termasuk ayat Makiyyah. Namun definisi inipun dianggap kurang tepat, Muhammad Abdul ‘Azhim Az Zarqony menjelaskan bahwa selain ketiga khitob (seruan) diatas, ternyata banyak dijumpai khitob yang lain semisal firman Allah ‘azza wa jalla pada awal surat Al Ahzab,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al Ahzab: 1)
Dan juga firman Allah ‘azza wa jalla dalam surat Al Munafiqun,
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS. Al Munafiqun : 1)
Kedua dalil ini menunjukkan bahwa definisi Al Maky dan Al Madany yang kedua juga kurang tepat. Apalagi ditambah fakta bahwa sebagian ayat yang dimulai dengan yaa ayyuhan naas ternyata merupakan ayat al madaniyyah, seperti firman Allah ‘azza wa jalla, dalam Surat An-Nisa’ :1,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(QS An Nisa’ : 1)
Begitu juga beberapa ayat yaa ayyuhan naas dalam surat Al Baqarah, seperti pada surat Al Baqarah : 21,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (QS. Al Baqarah : 21)
Padahal surat Al Baqarah merupakan surat al madaniyyah tanpa khilaf ulama dalam hal ini, kecuali beberapa ayat saja yang al makkiyyah seperti ayat
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Dan takutlah dirimu pada hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).(QS Al Baqarah: 281)
Dan beberapa ayat tentang riba dalam Al Baqarah yang menurut Ibnu Katsir rahimahullah termasuk al makkiyyah.
Contoh ketidaksesuaian yang kedua adalah adanya ayat يا أيها الذين آمنوا (yaa ayyuhalladziina aamanuu) dalam akhir surat Al Hajj, padahal secara keseluruhan surat Al Hajj merupakan surat al makkiyyah. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.(QS Al Hajj : 77)
Maka kesimpulannya seperti yang dikatakan oleh para ulama ‘Uluumul Quran dalam hal ini, bahwa jika definisi yang kedua ini dimutlakkan untuk mengartikan al makky dan al madiniy, maka salah. Namun jika diambil definisi dalam keumuman surat dan ayat dalam Al Quran, maka definisi ini benar.
Ketiga, disebut Al Makky karena surat/ayat tersebut turun sebelum hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah, dan disebut Al Madiny karena surat/ayat tersebut turun setelah hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah, maskipun surat/ayat tersebut diturunkan di Makkah. Salah satu konsekuensi dari definisi ini adalah ayat yang diturunkan di Makkah sesudah hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetap dikatakan ayat al madaniyyah, misalnya firman Allah ‘azza wa jalla
….الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا….
…pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai agama bagimu… (QS. Al Maidah : 3)
Ayat ini adalah al madaniyyah meskipun diturunkan di ‘Arafah (Makkah) sebagaimana dijelaskan oleh Umar ibn Khatthab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata “Demi Allah, aku sungguh mengetahui kapan dan hari apa ayat ini diturunkan, yaitu diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada yaumil ‘Arafah, hari Jumat” (Muttafaqun ‘alaih)
washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala aalihi, wa shahbihi, wa man ittaba’ahum bi ihsaanin ilaa yaumil qiyaamah, walhamdulillahi rabbil ‘alamin.